LAMPU TEMPEL

SORE itu, Kang Kabayan sedang bersiap-siap menyalakan lampu tempelnya. Semprong lampu yang terbuat dari kaca sudah dilap bersih. Tali sumbu pun sudah ditarik dan disetel. Kini, tiga lampu tempel sudah berjejer dengan rapi. Kang Kabayan hanya tinggal mengisi minyak tanah ke dalam lampu. Lalu, ia bangkit untuk mengambil minyak tanah di dapur.
"Teung...! Minyak tanah di mana?" Terdengar teriakan Kang Kabayan menanyakan tempat minyak tanah. Ceu Iteung yang baru mengambil air wudu tenang-tenang menjawab dari kamar. Ceu Iteung, "Di kompan Kang... dekat hawu!" Lalu, Kang Kabayan pun bangkit dan berjalan menuju tungku tempat Ceu Iteung biasa masak.
"Teung...! Geningan kompannya kosong!" Terdengar teriakan Kang Kabayan lagi. "Ya sudah atuh Kang... kalau memang kosong mah da sudah biasa. Di warung juga enggak ada yang jual lagi sekarang mah," kata Ceu Iteung sambil menghampiri Kang Kabayan. "Terus..., itu lampu tempel mau diisi apa? Ku cai?" tanya Kang Kabayan dengan nada kesal.
"Ya sudah..., besok pagi saja diisinya. Sekarang mah sudah mau dur Magrib. Keun we atuh tidak perlu menyiapkan dulu lampu tempel, pan listriknya juga masih menyala sekarang mah," ujar Ceu Iteung. "Kalau nanti tengah malam listrik mati lagi, bagaimana?" kata Kang kabayan, masih dengan mulut samutut, cemberut.
"Lah..., biarin saja gelap juga. Kita mah di desa sudah biasa dengan gelap-gelapan. Tong boro di desa atuh Kang, tuh di kota Batam saja listrik sering mati," kata Ceu Iteung lagi. "Emh, kumaha atuh nya Teung? Kumaha nagara kita teh? Listrik sering mati, minyak tanah enggak ada. Terus, bagaimana nasib kita? Mau mopoek saja? Gelap-gelapan? Saleuheung kalau kita masih muda, justru senang kalau main di tempat gelap teh," kata Kang Kabayan.
"Ah.... si Akang mah! Kenapa lumpatnya ke masa muda cacaritaan teh. Keun we Kang kita mah gelap-gelapan juga. Yang kasihan mah tuh anak-anak sekolah. Bagaimana mereka harus belajar? Padahal, sekarang teh mereka sedang dituntut harus tekun belajar, sebentar lagi kan kenaikan kelas. Kasihan, bisa-bisa ujian mereka jeblok karena mereka enggak bisa belajar," tutur Ceu Iteung.
"Emh..., iya ya Teung! Kasihan mereka. Keur mah eukeur sakola teh hese..., biayanya mahal, sekarang ditambah dengan susah belajar karena sulit mendapat penerangan. Dipikir-pikir, kenapa negara kita bisa begini nya Teung? Padahal sumber daya alam kita teh berlimpah. Segalanya ada di sini, tapi rakyat kok serba kekurangan," ujar Kang Kabayan.
"Haaarrr ari Akang! Kan kata Akang juga, negara kita teh sudah salah urus. Bangsa kita dan pemerintah teh sering lupa mana yang harus didulukan dan mana yang bisa dipanderikan," kata Ceu Iteung. "Bener pisan Teung. Ceuk bahasa gayanya mah, kita teh tidak bisa menentukan skala prioritas! Mana projek yang menjadi prioritas mana yang bisa ditunda," Kang Kabayan menimpali.
"Iya Kang..., contohnya di lembur kita ini. Sebenarnya, sekarang lebih penting mana sih membangun sarana olah raga atau membangun pembangkit listrik?" tanya Ceu Iteung. "Kalau dulu mah Teung..., Akang bisa bilang sama pentingnya. Sekarang mah, pasti lebih penting membangun pembangkit listrik. Tapi ketang, kalau sama-sama untuk kepentingan rakyat banyak mah, kedua-duanya bisa sama pentingnya. Yang Akang heran mah, kok masih terjadi penghamburan di bidang olah raga yang di luar pembangunan sarana olah raga untuk masyarakat luas," tutur Kang Kabayan.
"Penghamburan apa Kang?" tanya Ceu Iteung. "Itu...! Pesta-pesta olah raga! Masih keneh bae pesta-pesta olah raga dilaksanakan. Padahal, biayanya teh sampai ka miliaran, termasuk yang di tingkat-tingkat daerah. Lebar kan duit miliaran digunakan hanya untuk ukuran semu karena yang diutamakan adalah prestise daerah. Mendingan biayanya dipake untuk beli minyak, biar di desa-desa seperti kita ini bisa terang. Yah, enggak ada listrik juga, paling tidak minyak tanah enggak susah nyari," ujar Kang Kabayan.
"Haarr.., pan prestasi olah raga juga penting Kang?" ujar Ceu Iteung. "Lebih penting mana Teung, prestasi olah raga atau kesehatan masyarakat? Sok, kalau listrik mati, minyak enggak ada, terus anak-anak belajar di nu poek. Sakit mata we mereka teh. Enggak sehat pan?" kata Kang Kabayan. "Iya sih Kang..., Cuma da prestasi olah raga juga penting untuk gengsi bangsa kita. Setidaknya, bangsa lain masih bisa melihat kita tidak miskin-miskin amat. Buktinya masih bisa menyelenggarakan pesta olah raga."
"Tah... duka kalau kamu sudah punya pikiran begitu mah. Meunggeus ah! Geura salat Magrib sana! Akang juga mau ngeberesin lagi lampu tempel, terus wudu. Mumpung listrik belum mati!" Kang Kabayan menutup obrolan dengan istri tercintanya senja itu.

0 comments: