MEDITASI POLITIK

Euforia politik ternyata banyak menimbulkan patologi berpolitik. Friksi dan konflik politik tidak hanya berbenturan di tingkat elite, melainkan telah merasuk sampai ruas kultur akar rumput. Dan terlepas dari faktor-faktor kekalahan atau kekecewaan dalam pesta demokrasi-politik, baik eksternal maupun internal, tawuran politik mereka telah mengikis nilai-nilai harmoni kehidupan bermasyarakat seutuhnya.
Euforia tidak menambah pelaku politik lebih cerdas dan sehat. Perpecahan di tubuh partai politik belakangan lebih banyak dilatari oleh perebutan jatah pragmatisme kekuasaan dari pada nalar politik yang paradigmatik. Mentalitas politisi banyak yang rusak. Bukan saja tidak aspiratif, melainkan juga semakin koruptif.
Bahkan tak sedikit politisi yang menjadikan dunia politik sebagai "profesi" hidup. Dan bukan soal kalau mereka memang tidak begitu peduli dengan nalar moral dalam praksisnya. Sebab eksistensi mereka bukan dibangun di atas kecerdasan atau integrasi politiknya, melainkan seberapa dekat dengan elite struktur partai yang bisa menggaransi nomor urut ideal dalam setiap pesta politik digelar.
Alhasil, cukup banyak politisi yang tidak bisa membawa dirinya di hadapan publik. Mereka kurang kreatif dalam berpolitik, lemah inisiasi, dan visinya kusut. Akibatnya, mereka abai terhadap janji-janji populisnya saat kampanye. Mereka mulai elitis dan utopis ketika bicara masalah kemaslahatan publik. Modal mereka hanya cukup berwacana di media, namun tak maksimal bekerja di pelataran sosial masyarakat.
Meditasi
Demi terwujudnya kultur politik yang lebih produktif dan mencerahkan, otokritik menjadi kebutuhan mendesak di kalangan politisi. Dan otokritik akan maksimal kalau para politisi berbenah dengan meditasi yang sempurna.
Meditasi sering kali diartikan sebagai proses menenangkan diri. Dalam masyarakat awam, meditasi tak jarang diidentikkan dengan pola bertapa. Hijrah untuk menyepi atau mengasingkan diri dari keramaian.
Meditasi merupakan sebuah proses lunak untuk meningkatkan kualitas spiritual. Dengan meditasi setiap manusia bisa menyelami sublimasi yang ada dalam dirinya. Bahkan dengan meditasi, penginderaan manusia akan lebih tajam, lebih jernih, dan juga lebih murni. Dan hanya lewat meditasi manusia akan menemukan sisi terdalam dari kemanusiaanya yang mulai acak. Terlebih bagi manusia politik yang memang tak henti-hentinya dihadapkan pada konflik dan friksi bercampur kepentingan.
Dalam ajaran Buddha, seorang yang ingin melakukan meditasi harus memiliki keteguhan hati. Meditasi bukan semata untuk memperoleh kekuatan batin, melainkan demi menyirami dan membubuhi sifat-sifat mulia dari kedalaman kemanusiaan kita. Sebab meditasi adalah upaya membersihkan batin dari berbagai bercak dan kotoran seperti dendam, marah, sikap tidak rela melihat realitas, dan sebagainya. Melalui meditasi, batin yang gelap akan terang, pikiran yang kusut akan bening kembali.
Dan meditasi politik diperlukan agar pelaku politik lebih jujur kepada dirinya, lebih terbuka pada komitmen kebenaran demi terciptanya kesejahteraan bagi rakyatnya. Dengan meditasi politik, para pelaku politik bukan hanya akan meraba aspek rasionalitas politik, akan tetapi akan masuk seutuhnya ke dalam spiritualitas politik itu sendiri. Bahkan dengan meditasi yang baik, para politisi diharapkan tidak lagi pandai berkonflik dan bergulat demi pragmatisme kekuasaan semata, melainkan benar-benar mampu menguasai diri dan bekerja atas dasar darma bagi rakyat.
Menguasai diri
Di dunia ini, kata Mahatma Gandhi, hanya ada satu kekuatan, satu jenis kemerdekaan, dan satu bentuk keadilan, yaitu kuasa untuk mengendalikan diri. Siapa yang mampu menguasai dirinya, ungkap Gandhi, akan dengan mudah menguasai dunia.
Menata dan membawa diri dalam seluruh lirik kehidupan memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Di samping ketulusan dalam memaknai segala realitas, ketajaman akal budi menjadi taruhannya. Sebab, dalam setiap diri manusia, potensi baik dan buruk senantiasa berkejaran dengan kualitasnya masing-masing. Kalau potensi baik yang tumbuh maksimal, eksistensi manusia akan mirip malaikat. Akan tetapi, jika potensi buruk yang dikembangkan, pelan tapi pasti setiap diri manusia itu akan mirip setan dan melebihi iblis.
Setiap manusia yang bisa menguasai dan membawa diri, meminjam bahasa kaum kebatinan, akan menjadi pribadi yang kuat, "kebal", dan tangguh. Ia tidak akan goyah dengan berbagai isu atau pragmatisme kehidupan. Manusia seperti itu akan memaksimalkan amanahnya sebagai khalifah Tuhan di muka bumi. Dan ia akan selalu positif menghadapi realitas kehidupan.
Kalau meditasi politik dilakukan dengan baik, para politisi itu akan tulus mengevaluasi kerja-kerja politiknya. Mereka akan mengakui berbagai kesalahan dan ketidakjujuran yang telah membuat masa depan sosial konstituen tercabik-cabik. Termasuk friksi dan konflik politiknya yang telah menodai amanah rakyat.
Hanya bisa menciptakan konflik dalam berpolitik, berarti tidak paham politik. Politik untuk konflik bukan politik, melainkan sirkus egoisme yang kehilangan arah. Konflik dalam politik bukan untuk membelah aspirasi dan idealisme politik. Sejatinya, konflik itu mempertajam analisa dan paradigma berpolitik. Tanpa konflik politik memang tidak akan dinamis. Akan tetapi, overkonflik, terlebih yang tidak sehat, hanya akan membunuh berbagai karakter ideal dalam politik. Itulah yang tidak diharapkan oleh rakyat.
Hanya dengan membaca dan menguasai diri melalui meditasi politik secara khidmat, politisi akan sadar dan mengenal medan kerjanya dengan produktif. Ia akan senantiasa menempatkan penderitaan rakyat di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Ia akan komitmen memenuhi janji dan misi politiknya di hadapan publik. Sekali ia berbuat culas dan tidak jujur, ia akan menghukum dan meng-audit dirinya sendiri sebelum dihukum dan diaudit orang lain. Bahkan, ia tidak akan tergesa-gesa menafsir atau menilai perilaku politik dari aliran ideologi yang berbeda.
Dan meditasi politik bukan euforia. Ia adalah ritual pertobatan politik yang harus dilakukan setiap politisi. Sebab, Tuhan tidak akan memberikan pengampunan atas dosa kemanusian mereka sebelum mendapatkan pengampunan dari sesamanya. Artinya, audit Tuhan terhadap perilaku buruk politisi akan berlangsung setelah audit publik (konstituen) dilakukan.

1 comments:

  1. Artikel di Blog ini bagus dan berguna bagi para pembaca.Anda bisa lebih mempromosikan artikel anda di Infogue.com dan jadikan artikel anda topik yang terbaik bagi para pembaca di seluruh Indonesia.Telah tersedia plugin/widget.Kirim artikel dan vote yang terintegrasi dengan instalasi mudah dan singkat.Salam Blogger!!!

    http://politik.infogue.com/
    http://politik.infogue.com/meditasi_politik